Jumat, 01 Juli 2016

Diklat Guru Sasaran untuk SMK Pelaksana Kurikulum 2013

Dinamika pelaksanaan Kurikulum 2013 terus berjalan tanpa henti. Walaupun penerapannya menimbulkan kontroversi, namun pemerintah dalam hal ini Kemdikbud tetap bertekad melanjutkan dengan terus melakukan perbaikan di berbagai aspek. Aspek-aspek yang mengalami perubahan diantaranya adalah koherensi Kompetensi Inti-Kompetensi Dasar (KI-KD), silabus, penilaian sikap, dan skala penilaian. Penilaian sikap spiritual dan sosial yang semula dilaksanakan pada semua mata pelajaran, kini dilaksanakan secara langsung hanya pada pelajaran Pendidikan Agama- Budi Pekerti dan PPKn. Sedangkan mata pelajaran yang lain melaksanakan secara tidak langsung. Begitu juga dengan skala penilaian yang semula menggunakan skala 1-4 kini menggunakan skala 1-100. Dari segi persentase implementasi, tahun pelajaran 2016/2017 ditargetkan 25% sekolah sudah menerapkan Kurikulum 2013 dari yang semula 6%.

Salah satu upaya untuk melanjutkan perbaikan dan implementasi tersebut adalah dilaksanakannya pelatihan bagi guru-guru di sekolah yang sudah dan akan menerapkan Kurikulum 2013. Pelaksanaan ini diantaranya yang dilaksanakan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) DIY yang bertempat di beberapa sekolah klaster. Untuk jenjang SMK di Kabupaten Sleman, kegiatan dilaksanakan di SMK Negeri 2 Depok. Kegiatan yang bertajuk Pelatihan Guru Sasaran Pelaksana Kurikulum 2013 Jenjang SMK berlangsung selama 6 hari, dari tanggal 27 Juni hingga 2 Juli 2016. Ada 14 sekolah yang mengikuti kegiatan ini dan 5 diantaranya adalah sekolah pilot yang sudah melaksanakan Kurikulum 2013 sejak awal. Sekolah-sekolah tersebut antara lain:


1. SMKN 2 Godean
2. SMKN 1 Tempel
3. SMKN 1 Seyegan
4. SMKN 1 Godean
5. SMKN 1 Depok
6. SMKN 1 Cangkringan
7. SMK YPKK 2 Sleman
8. SMK Putra Samodera
9. SMK Penerbangan AAG
10. SMK Nasional Berbah
11. SMK Muh Prambanan
12. SMK Muh Pakem
13. SMK Muh 2 Sleman
14. SMK Muh 1 Moyudan
15. SMK Ma’arif 2 Sleman
16. SMK Karya Rini Depok

Bagi sekolah yang sudah melaksanakan sejak awal, peserta yang dikirimkan adalah Wakasek Kurikulum dan 1 orang guru kelas X. Sedangkan bagi sekolah yang akan melaksanakan pada Tahun Pelajaran 2016/2017 banyak guru yang diikutkan adalah 15 orang per sekolah. Narasumber dalam kegiatan ini berjumlah 23 orang, 4 dari Pengawas sekolah dan 19 orang adalah instruktur kabupaten. Dua hari pertama peserta mengikuti kelas besar yang terbagi dalam kelompok mapel A-B dan kelompok C (pembagian menurut struktur K-13). Pada hari-hari berikutnya, peserta dibagi dalam kelas kecil sesuai kelompoknya masing-masing.

Pembelajaran Matematika
Secara prinsipil, tidak ada perubahan yang signifikan dalam proses pembelajaran matematika jika dibandingkan dengan materi diklat Kurikulum 2013 sebelumnya. Hanya saja dari segi perencanaan agak lebih mudah. KI-KD sudah langsung dipasangkan dan silabus yang lebih ringkas memungkinkan guru untuk lebih kreatif. Pemilihan model pembelajaran tetap mengacu pada model pembelajaran utama (Permendikbud No. 103 Tahun 2014) yang diharapkan dapat membentuk perilaku saintifik, perilaku sosial serta mengembangkan rasa keingintahuan. Ketiga model tersebut adalah: model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), model Pembelajaran Berbasis Projek (Project Based Learning), dan model Pembelajaran Melalui Penyingkapan/Penemuan (Discovery/Inquiry Learning). Di samping model pembelajaran di atas dapat juga dikembangkan model pembelajaran Production Based Education/Production Based Trainning (PBE/PBT) sesuai dengan karakteristik pendidikan menengah kejuruan

Tidak semua model pembelajaran tepat digunakan untuk semua KD/materi pembelajaran. Model pembelajaran tertentu hanya tepat digunakan untuk materi pembelajaran tertentu. Sebaliknya materi pembelajaran tertentu akan dapat berhasil maksimal jika menggunakan model pembelajaran tertentu.  Oleh karenanya guru harus menganalisis rumusan pernyataan setiap KD, apakah cenderung pada pembelajaran penyingkapan (Discovery/Inquiry Learning) atau pada pembelajaran hasil karya (Problem Based Learning dan Project Based Learning).

Dalam hal penilaian, pendidik diharapkan menggunakan berbagai metode dan teknik penilaian. Pembuatan instrumen penilaian dalam mata pelajaran Matematika SMA/SMK/MA/MAK perlu mempertimbangkan aspek-aspek penalaran matematika dan pemecahan masalah yang meliputi empat aspek sebagai berikut.

1. Penilaian pemahaman
Pemahaman (comprehension) merupakan kemampuan untuk menangkap arti materi pelajaran yang dapat berupa kata, angka, simbol, atau menjelaskan sebab-akibat. Contoh pada jenjang pemahaman adalah memberikan ilustrasi lain dari yang telah diilustrasikan, menjelaskan kembali dengan menggunakan kalimat yang disusun peserta didik sendiri, menggunakan penerapan pada kasus lain, atau menjelaskan hubungan antar unsur.
2. Penilaian representasi dan penafsiran
Penilaian dalam aspek representasi melibatkan kemampuan untuk menyajikan kembali suatu permasalahan atau obyek matematika melalui hal-hal berikut: memilih, menafsirkan, menerjemahkan, dan menggunakan grafik, tabel, gambar, diagram, rumus, persamaan, maupun benda konkret untuk memotret permasalahan sehingga menjadi lebih jelas. Penilaian dalam aspek penafsiran meliputi kemampuan menafsirkan berbagai bentuk penyajian seperti tabel, grafik, menyusun model matematika dari suatu situasi.
3. Penilaian penalaran dan pembuktian
Penilaian aspek penalaran dan bukti dengan mengidentifikasi contoh dan bukan contoh, menyusun dan memeriksa kebenaran dugaan (conjecture), menjelaskan hubungan, membuat generalisasi, menggunakan contoh dan bukan contoh, membuat kesimpulan, merencanakan dan mengkonstruksi argumen-argumen matematis, menurunkan atau membuktikan kebenaran rumus dengan berbagai cara.
4. Penilaian pemecahan masalah
Memecahkan masalah dalam matematika merupakan proses menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal, baik dalam konteks matematika maupun di luar matematika. Masalah dalam matematika dapat berupa masalah rutin dan masalah non rutin. Masalah rutin dapat dipecahkan dengan metode yang sudah ada dan sering disebut sebagai masalah penerjemahan karena deskripsi situasi dapat langsung diterjemahkan dari kata-kata menjadi kalimat-kalimat matematika. Masalah nonrutin tidak dapat dipecahkan dengan prosedur rutin sehingga peserta didik harus menyusun sendiri strategi untuk memecahkan masalah tersebut.

Di dalam kelompok matematika, peserta berlatih menyusun analisis SKL-KI-KD, analisis materi, analisis model pembelajaran, analisis penilaian dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) lalu dilanjutkan dengan peer teaching. Dengan dipandu oleh instruktur Drs HB Kuswidiyanto suasana dalam kelas begitu menyenangkan karena masing-masing peserta mengalami kesan dan pengalaman berbeda dengan Kurikulum 2013. Devy Fika Astuti misalnya, peserta dari SMK Ma’arif 2 Sleman yang ngakunya paling junior ini merasa masih bingung dengan apa dan bagaimana pembelajaran matematika pada kurikulum 2013 karena memang baru akan menerapkan pada tahun pelajaran depan. Lain halnya dengan Wagiman, guru matematika yang juga  Wakasek Kurikulum SMK Muhammadiyah Prambanan yang sudah 3 tahun menerapkan Kurikulum 2013 ini terlihat begitu bijaksana dalam setiap uraiannya, termasuk ketika menyampaikan bahwa kemungkinan perbedaan penafsiran pada proses pemilihan model pembelajaran. Pria yang didaulat sebagai ketua kelas di kelompok ini mengaku sudah 3 kali mengalami perubahan penilaian di sekolahnya. 

Saat peer teaching tidak kalah seru, Tidariana Puspitasari dari SMK Penerbangan AAG mengawali pembelajaran yang menarik dengan tepuk-hore dan bergaya motivator. Lain cerita dengan Rr Bangiati Kurniastuti (SMK Pelayaran Putra Samodera) dan Dini Harwidi (SMK Negeri 2 Godean) yang sempat galau pada saat peer teaching. Bangiati kehilangan file-filenya saat hendak dikumpulkan, sedangkan Dini ketinggalan semua dokumen-dokumennya saat baru sampai di lokasi. 

Kontributor: Fardian Imam M (Guru SMK Muh 1 Moyudan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar